Headlines News :
Box 1 Image 1 Box 1 Image 1 Box 1 Image 2 Box 1 Image 3
Box 2 Image1 Box 2 Image 2 Box 2 Image 3
Box 3 Image 1 Box 3 Image 2 Box 3 Image 3
Box 4 Image 1 Box 4 Image 2 Box 4 Image 3 Box 4 Image 3 Box 4 Image 3 Box 4 Image 3
Box 5 Image 1 Box 5 Image 2 Box 5 Image 3
Home » » Prabowo Capres Terkuat 2014

Prabowo Capres Terkuat 2014

Written By DPD PARTAI GERINDRA SULAWESI SELATAN on Rabu, 08 Februari 2012 | 11.44

NILAH.COM, Jakarta - Berdasarkan survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) bertema A Few Good Man: Kandidat Presiden 2014 yang dilakukan di 33 Provinsi, 140 Kabupaten/Kota pada 3-8 Oktober 2011, terindikasikan bahwa Prabowo adalah Capres 2014 yang terpopuler dibandingkan capres lainya. Prabowo diharapkan tidak menggelembung lalu gembos (kempes) hanya karena berbagai kelemahan. Prabowo dan Gerindra juga jangan sampai bersikap tidak egaliter, dan tidak nyambung ke rakyat bawah (rakyat jelata), sebab ada kekhawatiran fungsionaris Gerindra mengelola partai bagai mengurus perusahaan (korporasi) dan hanya lebih pandai berwacana, yang justru menyulitkan Prabowo sendiri dalam berkiprah langsung ke masyarakat bawah. Demikian benang merah diskusi terbatas Freedom Foundation di Jakarta, Kamis (1/12/11) mengenai ‘Fenomena Prabowo dan Politik 2014’ dengan pembicara Nehemia Lawalata (mantan sekretaris ekonomi-politik Prof Sumitro Djojohadikusumo), Muhamad Muntasir (Deputi Direktur Freedom Foundation), Umar Hamdani (Deputi Direktur Prabowo Center dan mahasiswa Pasca Sarjana STF Driyarkara) serta Herdi Sahrasad, peneliti senior Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina. Nehemia Lawalata dan Muhamad Muntasir (lulusan Fisipol UGM) secara jujur menyatakan, tanpa bermaksud melakukan pembunuhan karakter atau menyudutkan Prabowo dan Fadli Zon, persepsi publik selama ini melihat Prabowo identik dengan Fadli Zon dan sebaliknya Fadli Zon identik dengan Prabowo. Situasi ini amat menyulitkan Prabowo dan Fadli sendiri, karena menganggap Prabowo milik Fadli Zon atau sebaliknya. Akibatnya pula, kaum muda dan rakyat bawah juga enggan bergabung atau bersimpati pada kubu Prabowo karena dalam persepsi publik terbaca bahwa Fadli Zon cs sendiri tidak egaliter, tidak populis, selain tidak berprestasi apapun di panggung nasional kecuali sebagai loyalis Prabowo. “ Kita khawatir ada mispersepsi publik semacam ini sehingga tutur kata Fadli cs yang sloganistis pro-rakyat tidak seirama dengan perilaku mereka sendiri yang elitis. Ini perlu diingatkan atau dikoreksi demi kebaikan bersama,” kata Nehemia Lawalata dalam diskusi bebas ini “Saya pernah mengenal Fadli Zon. Harus jujur saya katakan, saya melihat kans Prabowo besar, namun Fadli Zon, Ahmad Muzani, dan loyalis lingkarannya bukan orang Jawa/Sunda serta tidak memahami budaya rakyat Jawa/Sunda. Ini jelas problem primordialisme yang serius bagi Prabowo untuk meraih suara dari masyarakat Jawa-Sunda yang jadi penentu kemenangannya,” tambah Muhammad Muntasir. Muntasir menambahkan, kini fenomena Prabowo bisa jadi menggelembung lalu gembos, kempis, padahal Pilpres masih jauh. “Sebagai pendukung Prabowo, saya memang kritis dan masalah ini amat serius,” timpal Muntasir seraya mengingatkan jutaan pemilih Jawa/Sunda hampir pasti menjadi penentu menang kalahnya Prabowo dalam pilpres 2014. Dalam hal ini, Herdi Sahrasad menilai bahwa Fadli Zon sudah bekerja keras, tinggal diperkuat dengan rekan-rekan yang peduli untuk membantunya bekerja memenangkan pemilu. “Memang diperlukan keterbukaan dari kubu Prabowo untuk menerima dukungan jutaan orang di Tanah Air dan itu tak mungkin dipikul Fadli Zon sendirian. Artinya, ada baiknya Prabowo menaruh kepercayaan pada sejumlah orang lain untuk menjadi orang kepercayaannya. Ini memang masalah yang tidak sederhana,’’ tutur dosen Universitas Paramadina itu. Muntasir dan Umar Hamdani serta Nehemia Lawalata mengkhawatirkan Prabowo dan jajarannya di Gerindra cenderung menggantung ke atas layar kaca televisi dan terkesan elitis yang bisa membuat kaum muda, kaum intelektual dan mahasiswa ‘emoh’ mendukungnya.. “Apalagi Prabowo sibuk bisnis, relatif jauh dari keterbukaan dan jauh dari rakyat jelata. Berbagai persoalan serius yang melingkupi fenomena itu, dikhawatirkan akan membuat Prabowo menjadi presiden pencitraan belaka, bukan presiden beneran karena tak mengakar di rakyat dan kaum muda. Kita khawatir sungguh soal ini,” imbuh Umar Hamdani. Para pembicara berpendapat Prabowo harus mengubah struktur dan kultur kepemimpinannya serta kultur dan struktur 'lingkaran dalam' (inner circle) Gerindra yang umumnya tidak egaliter, tidak paham nature dan kultur rakyat jelata. Apalagi Prabowo dan seluruh fungsionaris Gerindra lebih suka berpakaian seragam yang mengesankan ‘Sindrom Napoleon’ dan militerisme serta feodalisme gaya baru. Padahal sebaiknya berpakaian biasa saja, seperti Gus Dur, Amien Rais atau Hidayat Nur Wahid. “Semua koreksi atau kritik ini bukan untuk menyudutkan Prabowo atau melakukan pembunuhan karakter, namun demi kemenangan mengingat cita-citanya mulia untuk mewujudkan negara keadilan dan kesejahteraan di Indonesia. Kita mendukung Prabowo, namun khawatir karena berbagai kelemahan tadi, lantas terjerembab. Ini harus kita hindari, kita cegah,” tambah Umar Hamdani, Deputi Direktur Prabowo Center Bidang Sosial. Herdi menambahkan, Prabowo harus menggalang dukungan kaum intelektual nasionalis dan muslim. “Kita cemaskan bahwa tanpa dukungan para cendekiawan muslim dan inteligensia nasionalis, hal ini bisa amat menyulitkan Prabowo dalam mendapat dukungan Ummat Islam dan rakyat bawah secara nyata. Persoalan ini harus diatasi,” kata Herdi Sahrasad yang meneliti independen soal persepsi para intelektual dan rakyat bawah atas fenomena Prabowo. Menurut survey SSS, Prabowo yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), yang juga menjabat sebagai Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), merupakan kandidat presiden terkuat dalam pilpres 2014 mendatang. Kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin dan partai berkuasa, membuat nama Prabowo dinomor satukan. “Namun semua survey SSS itu bisa jadi sia-sia selama Prabowo elitis, berpenampilan gedongan dengan seragam yang militeristis. Penampilan dan strategi serta gayanya harus diubah sesuai rakyat bawah dan harus secara otentik, tidak dibuat-buat. Sayang, modal social Prabowo justru digerus oleh elite fungsionaris Gerindra yang tidak nyambung dengan rakyat jelata,” timpal Umar Hamdani. Para pembicara mengingatkan Prabowo dan Gerindra bahwa kini beberapa pemilik grup media massa besar di Indonesia bergabung dengan partai politik. Mereka menjadi orang kunci di partai politik dan menjadi tantangan/saingan berat Prabowo. Sebut saja Aburizal Bakrie, Surya Paloh dan Hary Tanoe. “Realitas buram ini menghadapkan kepentingan politik, kekuatan modal, kekuatan media massa dan kepentingan publik dalam wadah kompetisi merebut kekuasaan, tapi semoga amanah untuk rakyat. Sebab rakyat takut hanya jadi obyek belaka. Jangan sampai ini terjadi,” ungkap Muhamad Muntasir ,seorang peneliti. [mdr]
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : edit | edit | edit | edit | edit | edit | Latebo
Copyright © 2011. DPD PARTAI GERINDRA SULAWESI SELATAN - All Rights Reserved
Template Modify by Teluk Bone Inspired Latebo
Proudly powered by Blogger